[SALAH] Princess Qajar Simbol Kecantikan di Persia Sampai 13 Pria Muda Bunuh Diri Karena Ditolak Cintanya

Foto dalam konten tersebut merupakan dua orang yang berbeda. Foto wanita berkerudung di sebelah kanan ialah Esmat al-Dowleh atau Esmat al Dwala. Sedangkan, foto sebelah kiri ialah Taj al-Saltanah. Selain itu, tidak ada fakta sejarah bahwa kedua putri raja itu menolak 13 pria muda hingga bunuh diri.

=====

Kategori: False Context/Konten yang Salah

=====

Sumber: Instagram

Archive:

https://archive.md/cemmG

=====

Narasi:

Pada zaman Persia kuno, kumis dan badan gemuk adalah simbol kecantikan sejati. Salah satu contohnya, Putri Qajar (Esmat) di era Persia menjadi rebutan para pria. .⁣

.⁣

Putri Fatemeh Khanum “Esmat al-Dowleh” (1855/6–1905) adalah seorang putri dari Dinasti Qajar, salah satu anak perempuan dari raja Persia yang bertahta dari tahun 1848–1896. .⁣

.⁣

Putri Qajar sudah berkali-kali dilamar oleh banyak pria di negaranya, namun kebanyakan berakhir penolakan. Sebanyak 13 orang dari pelamar tersebut dikabarkan meninggal dunia karena bunuh diri lantaran ditolak putri tersebut. .⁣

=====

Penjelasan:

Beredar konten yang menampilkan foto dua wanita berkumis di media sosial Instagram. Dalam narasi postingan disebutkan bahwa foto tersebut merupakan foto “Princess Qajar” yang telah menolak 13 pria muda hingga para pria itu bunuh diri.

Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa klaim tersebut tidak benar. Melansir dari hasil cek fakta liputan6.com, diketahui bahwa dua foto tersebut merupakan dua orang berbeda, bukan satu orang.

Fakta tersebut diketahui dari laman dw.com pada artikel berita foto berjudul “Foto Langka Putri Harem Persia.” Dalam laman dw.com tersebut diketahui bahwa foto wanita berkerudung di sebelah kanan konten sumber bernama Esmat al-Dowleh atau Esmat al Dwala. Berikut kutipan dari dw.com:

[…] Pemain piano pertama di Iran

Raja Nasir al-Din Shah Qajar tidak hanya memiliki banyak istri, tapi juga punya banyak anak. Esmat al-Dowleh atau Esmat al Dwala merupakan salah satu putri Raja Nasir Shah. Ibunya, Taj al-Dawla atau Taj el Dowleh merupakan selir Raja Nasir Shah. Esmat lahir pada tahun 1855. Sang ayah mengimpor piano ke Iran dan Esmat el-Dowleh kemudian menjadi perempuan pertama di Iran yang bisa main piano. […]

Dalam informasi yang ada pada dw.com itu tidak tertulis bahwa putri Esmat al-Dowleh atau Esmat al Dwala pernah menolak 13 pria muda. Informasi yang ada hanya Esmat memang dianggap cantik lantaran kumisnya dan sering menolak lamaran laki-laki. Berikut kutipan informasinya:

[…] Kumis Putri Esmat al Dowleh

Pada masa itu, sangat lumrah jika perempuan berkumis. Berbagai laporan menyebutkan , begitu banyak pria mengagumi kecantikan putri raja berkumis itu dan ingin meminangnya. Esmat sering menolak lamaran-lamaran itu. […]

Dari kutipan itu dapat terlihat bahwa informasi yang ada ialah Esmat dikagumi karena memiliki kumis dan ia menolak lamaran pria-pria yang meminangnya. Namun, tidak disebutkan jumlahnya.

Lalu, foto sebelah kiri, mengacu kepada laman dw.com, ialah Taj al-Saltanah. Dia dijelaskan juga seorang putri Raja Nasir dari istri bernama Turan al-Saltaneh. Berikut kutipan informasinya:

[…] Putri yang progresif

Taj al-Saltanah dilahirkan tahun 1883 dari salah satu istri Raja Nasir yang bernama Turan al-Saltaneh. Putri kesayangan raja ini sangat terkenal sebagai feminis dan anggota The Society of Women’s Freedom. […]

Perihal Putri Taj al-Saltanah tersebut tidak ditemukan informasi yang menyebutkan ia menolak pinangan 13 pria muda. Informasi yang ada menjelaskan bahwa dirinya merupakan figur putri raja yang progresif, dekat dengan kalangan sastrawan, dan putri yang modern. Berikut kutipannya:

[…] Melawan saudara laki-lakinya sendiri

Putri Taj al-Saltanah merupakan salah satu pendorong Revolusi Konstitusional di Iran melawan abangnya sendiri, Mozaafar al-Dhin Shah, yang hidup mewah dari pinjaman Rusia dan Inggris. Revolusi tahun 1905-1907 ini memperjuangkan sistem konstitusional dan menentang kekuasaan absolut kerajaan serta intervensi asing di Iran.

Putri terkasih

Raja Nasir al-Din Shah Qajar amat mengasihi putrinya yang progresif ini. Sang putri juga dikenal dekat dengan kalangan sastrawan, terutama para penyair. Meski dicinta sang ayah, ia dibenci oleh saudara laki-laki ynag menggantikan ayahnya sebagai raja. Mozaafar al-Dhin Shah sangat tidak suka dengan aktivitas Taj di ruang publik.

Dari harem ke modernitas

Taj al-Saltanah juga aktiv menulis buku. Salah satu karyanya berjudul: Crowning Anguish: Memoirs of a Persian Princess from the Harem to Modernity 1884-1914. […]

Selain dari laman dw.com, bantahan juga disampaikan oleh seorang sejarahwan bernama Victoria Martinez. Dalam tulisannya, ia memaparkan bahwa klaim mengenai “Princess Qajar” tidak berdasarkan fakta. Berikut kutipannya:

[…] The historical reality of this junk history meme is, like all history, complex, and deeply rooted in a period of great change in Persian history that involved issues like reform, nationalism and women’s rights. At its core, however, is a story of not one, but two, Persian princesses who both defined and defied the standards and expectations set for women of their time and place. Neither one, incidentally, was named “Princess Qajar,” though they were both princesses of the Persian Qajar dynasty.

The primary figure in this history is Princess Fatemeh Khanum “‘Esmat al-Dowleh”[1] (1855/6–1905), a daughter of Nasir al-Din Shah Qajar (1831–1896), King of Persia from 1848–1896, and one of his wives, Taj al-Dowleh. The photograph circulating is indeed ‘Esmat, not an actor, and was taken by her husband circa the mid- to late-19th century. This information alone, readily available online and in print, contradicts the claim that ‘Esmat was “the ultimate symbol of beauty… in the early 1900s.” Since the photo of ‘Esmat was taken years before then, and she died in 1905, it’s a stretch to make her an icon of a period she barely graced.

The only part of the meme that has a grain of truth to it is that there was indeed a period in Persian history when ‘Esmat’s appearance — namely, her “mustache” — was considered beautiful. According to Harvard University professor Dr. Afsaneh Najmabadi, “Many Persian-language sources, as well as photographs, from the nineteenth century confirm that Qajar women sported a thin mustache, or more accurately a soft down, as a sign of beauty.”[2] But, as Dr. Najmabadi clearly points out, this concept of beauty was at its height in the 19th century. In other words, the 1800s, not the 1900s, as the meme claims. […]

Terjemahannya:

[…] Realitas historis dari meme sejarah sampah ini, seperti semua sejarah, kompleks, dan berakar dalam pada periode perubahan besar dalam sejarah Persia yang melibatkan isu-isu seperti reformasi, nasionalisme, dan hak-hak perempuan. Pada intinya, bagaimanapun, adalah kisah bukan hanya satu, tetapi dua, putri Persia yang sama-sama mendefinisikan dan menentang standar dan harapan yang ditetapkan bagi wanita dari waktu dan tempat mereka. Tak satu pun, kebetulan, bernama “Putri Qajar,” meskipun mereka berdua putri dari dinasti Qajar Persia.

Tokoh utama dalam sejarah ini adalah Puteri Fatemeh Khanum “‘Esmat al-Dowleh” [1] (1855 / 6–1905), putri Nasir al-Din Shah Qajar (1831–1896), Raja Persia dari tahun 1848–1896 , dan salah satu istrinya, Taj al-Dowleh. Foto yang beredar memang ‘Esmat, bukan aktor, dan diambil oleh suaminya sekitar pertengahan hingga akhir abad ke-19. Informasi ini sendiri, tersedia secara online dan dalam bentuk cetak, bertentangan dengan klaim bahwa ‘Esmat adalah “simbol kecantikan yang paling … di awal tahun 1900-an.” Karena foto’ Esmat diambil bertahun-tahun sebelumnya, dan dia meninggal pada tahun 1905, itu peregangan untuk menjadikannya ikon dari periode yang nyaris tidak ia sambut.

Satu-satunya bagian dari meme yang memiliki kebenaran adalah bahwa memang ada suatu periode dalam sejarah Persia ketika ‘penampilan Esmat – yaitu, “kumisnya” – dianggap indah. Menurut profesor Universitas Harvard, Dr. Afsaneh Najmabadi, “Banyak sumber berbahasa Persia, serta foto-foto, dari abad kesembilan belas mengkonfirmasi bahwa perempuan Qajar memakai kumis tipis, atau lebih tepatnya pelembut lembut, sebagai tanda kecantikan.” [ 2] Tetapi, seperti yang ditunjukkan oleh Dr. Najmabadi, konsep kecantikan ini mencapai puncaknya pada abad ke-19. Dengan kata lain, tahun 1800-an, bukan tahun 1900-an, seperti yang dikatakan meme. […]

Melalui tulisannya, Martinez memaparkan bahwa klaim konten sumber tidak berdasarkan fakta sejarah. Meski demikian, ia memaparkan bahwa konsep cantik wanita berkumis memang sempat berlaku, namun tidak ada fakta sejarah terjait konteks informasi dalam konten “Princess Qajar” yang dikatakan menolak 13 pria muda hingga bunuh diri.

Dari paparan itu, maka dapat disimpulkan bahwa klaim konten sumber tidak tepat. Oleh sebab itu, konten tersebut masuk ke dalam kategori False Context atau Konten yang Salah. Hal itu didasari kesalahan konteks dalam konten itu yang membuat satu kesatuan kontennya salah.

=====

Referensi:

https://www.facebook.com/groups/fafhh/permalink/1080033842329150/

https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4147627/cek-fakta-princess-qajar-simbol-kecantikan-persia-yang-bikin-13-pria-bunuh-diri?medium=Headline&campaign=Headline_click_1

https://www.dw.com/id/foto-langka-putri-harem-persia/g-19427374

https://blog.usejournal.com/princess-qajar-and-the-problem-with-junk-history-memes-44e15260af67