[SALAH] Pemasukan TikTok Digunakan untuk Mendirikan Kamp Konsentrasi Muslim Uighur China

Hasil periksa fakta anggota FAFHH (Anissa Antania Hanjani)

Berita CNN yang digunakan tidak memiliki kaitan dengan konten yang dibuat. Nama wartawan Fira Aziz yang dicantumkan di dalam narasi tidak ditemukan dalam database platform pencari jurnalis. Ketika dicari, kata kunci Fira Aziz mengarah kepada Feroza Aziz, seorang remaja asal Amerika Serikat yang sempat viral karena postingan mengkritik perlakuan China terhadap muslim Uighur di TikTok.

=====

Kategori: Misleading Content/Konten yang Menyesatkan

====

Sumber: Facebook

*Suka TikTok ???*Aplikasi yg tengah membanjiri kawula muda saat ini adalah *TIK TOK* apa kamu juga memasang aplikasi…

Posted by An-nisa on Wednesday, December 18, 2019

Archive:

https://web.archive.org/web/20200106082303/https://www.facebook.com/anisa.fzyhh/posts/1202929956567852

====

Narasi:

Suka TikTok ???

Aplikasi yg tengah membanjiri kawula muda saat ini adalah TIK TOK apa kamu juga memasang aplikasi ini di hpmu ???

Kamu tau ga aplikasi ini berasal dari mana ???

Ga tau ???

Masa iya ga tau ???

Aplikasi ini berasal dari NEGERI TIRAI BAMBU CINA

Yups negeri para komunis terbesar kedua di dunia setelah Rusia

Oh iya kamu tau ga setiap kali ada orang yg menginstal aplikasi TIK TOK ni maka pemasukan bagi negeri china juga bertambah loooh.

Keren kaaaan

Eh eh eh tapi kamu tau ga pemasukannya buat apa ???

Seorang jurnalis muda asal amerika yang bernama Fira Aziz pernah melakukan sesi wawancara ke negeri tirai bambu untuk mencari kantor pencetus aplikasi TIK TOK ini loh.

Dan kagetnya dia ketika dia mengetahui bahwa raupan uang yg dihasilkan dari aplikasi tersebut digunakan untuk mendirikan Camp Konsentrasi bagi muslim uighur.

Memangnya kenapa dengan camp konsentrasi tersebut???

Fira Aziz mengatakan bahwa di camp tersebut anak-anak kecil uighur di cuci otaknya hingga mereka tidak lagi mengenali ibu bapaknya.

Suami dipisah dari istrinya.

Para suami dan pemuda yg tidak mau melepas iman islamnya akan di sengat arus listrik hingga mati.

Para istri dan gadis yg tidak mau melepas iman islamnya akan di perkosa bergilir oleh 13 laki-laki hingga dia wafat.

Jadi buat kamu yg main TIK TOK kamu sadar ga sih kalo kamu lagi ngebantu kafir cina buat nyiksa saudara seimanmu sendiri ???

Masih mau jadi bodoh gara-gara aplikasi bodoh ???

Stop main TIK TOK

_______

https://m.cnnindonesia.com/…/media-asing-china-suap-ormas-i…

AYO PARA MUSLIM/MUSLIMAH VIRALKAN

Kalau 1 org mengirim ke 5 org lain. (Blm termasuk posting ke group). Hari ini ada 50 postingan membela Islam.

Ini salah satu moment dimana kita bisa berjihad. Malaikat pencatat menunggu keseriusan kita dlm membela agama Allah

Jangan tunggu pemerintah berbuat. Mumpung msh ada hayat dikandung badan. Sekalipun fisik kita mungkin tdk bisa turun ke jalan, tp jari2 kita msh bisa berjihad.

Jadilah muslim yg tidak cuma NATO, No Action Talk Only. Besok mungkin kita sdh dipanggil Allah. Kita akan menyesal….

====

Penjelasan:

Beredar konten yang menjelaskan penggunaan pemasukan TikTok untuk pembangunan kamp konsentrasi muslim Uighur di China. Konten tersebut juga memasukkan link berita dari CNN Indonesia untuk mengaitkan dengan isi yang dibahas.

Berdasarkan hasil penelusuran, diketahui bahwa klaim tersebut tidak benar. Nama Fira Aziz, wartawan Amerika Serikat yang disebut melakukan kunjungan ke kantor TikTok di China, tidak ditemukan dalam platform database jurnalis PressHunt (presshunt.co) dan PressFarm (press.farm).

Fakta tersebut diketahui setelah dilakukan pencarian di dua platform tersebut. Sementara lewat penelusuran dengan mesin pencari, kata kunci Fira Aziz merujuk kepada Feroza Aziz, seorang remaja Amerika Serikat yang sempat viral karena mengkritik perlakuan terhadap muslim Uighur di China.

Berikut berita yang memuat penjelasan terkait kasus Feroza Aziz dengan TikTok:

[…] TikTok apologises and reinstates banned US teen

Chinese-owned social network TikTok has apologised to a US teenager who was blocked from the service after she posted a viral clip criticising China’s treatment of the Uighur Muslims.

The firm said it had now lifted the ban, maintaining it was due to 17-year-old Feroza Aziz’s prior conduct on the app – and unrelated to Chinese politics.

Additionally, the firm said “human moderation error” was to blame for the video being taken down on Thursday for almost an hour.

TIkTok, owned by Beijing-based ByteDance, has insisted it does not apply Chinese moderation principles to its product outside of mainland China.

Ms Aziz posted on Twitter that she did not accept the firm’s explanation.

“Do I believe they took it away because of a unrelated satirical video that was deleted on a previous deleted account of mine? Right after I finished posting a three-part video about the Uighurs? No.”

In an interview with BBC News reporter Vivienne Nunis, Ms Aziz said: “I will continue to talk about it, and I will talk about it on Twitter, on Instagram, on any platform I have, even TikTok.

“I’m not scared of TikTok, even after the suspension. I won’t be scared of TikTok.” […]

Terjemahan:

[…] Media sosial milik perusahaan China, TikTok, telah meminta maaf kepada seorang remaja di Amerika Serikat yang diblokir dari pelayanan aplikasi tersebut setelah dia memposting sebuah video viral yang mengkritik perlakuan China terhadap muslim Uighur.

Perusahaan tersebut telah mencabut larangannya dan menyebutkan bahwa hal tersebut dilakukan karena penyalahgunaan penggunaan oleh remaja 17 tahun tersebut, serta tidak ada hubungannya sama sekali dengan politik China.

Selain itu, perusahaan tersebut menyatakan bahwa “human moderation error” merupakan penyebab video tersebut sempat dihapus pada hari Kamis lalu selama hampir satu jam.

TikTok, yang dimiliki oleh perusahaan ByteDance yang berbasis di Beijing, menyatakan tidak pernah menerapkan kebijakan pemerintah China terhadap produk-produknya di luar negeri.

Ms. Aziz memposting di akun Twitter-nya menyatakan bahwa dia tidak terima dengan penjelasan perusahaan tersebut.

 “Apakah aku akan percaya bahwa mereka menghapusnya karena sebuah video satire yang tidak berkaitan yang sudah dihapus oleh akun lamaku yang telah dihapus? Setelah aku memposting tiga part video mengenai Uighurs? Tidak.”

Dalam wawancara dengan reporter BBC News Vivienne Nunis, Ms. Aziz mengatakan, “Aku akan terus membahasnya, dan aku akan terus membahasnya di Twitter, di Instagram, atau di platform lain yang aku punya, bahkan TikTok.”

“Aku tidak takut dengan TikTok, bahkan setelah disuspensi. Aku tidak akan takut dengan TikTok.”

[…]

Selain itu, link berita CNN Indonesia yang dikutip tidak memiliki kaitan dengan isi yang dibahas dalam konten tersebut. Link berita tersebut membahas laporan dari Wall Street Journal (WSJ) yang menyebut China membujuk ormas Islam agar tidak lagi mengkritik dugaan persekusi terhadap muslim Uighur lewat sejumlah bantuan dan menjawab kritik yang dilayangkan lewat Kedutaan Besar China di Jakarta. Sehingga, link berita yang dicantumkan tidak mendukung klaim dari konten tersebut.

Berikut kutipan berita yang dimaksud:

[…] Jakarta, CNN Indonesia — China disebut berupaya membujuk sejumlah organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, media Indonesia, hingga akademisi agar tak lagi mengkritik dugaan persekusi yang diterima etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.

Laporan the Wall Street Journal (WSJ) yang ditulis Rabu (11/12), memaparkan China mulai menggelontorkan sejumlah bantuan dan donasi terhadap ormas-ormas Islam tersebut setelah isu Uighur kembali mencuat ke publik pada 2018 lalu.

Saat itu, isu Uighur mencuat usai sejumlah organisasi HAM internasional merilis laporan yang menuding China menahan satu juta Uighur di kamp penahanan layaknya kamp konsentrasi di Xinjiang.

Beijing bahkan disebut membiayai puluhan tokoh seperti petinggi NU dan Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), akademisi, dan sejumlah wartawan Indonesia untuk berkunjung ke Xinjiang.

Hal itu, papar WSJ, terlihat dari perbedaan pendapat para tokoh senior NU dan Muhammadiyah soal dugaan persekusi Uighur sebelum dan setelah kunjungan ke Xinjiang.

Dalam laporan WSJ, para pemimpin Muhammadiyah sempat mengeluarkan surat terbuka pada Desember 2018 lalu yang menyuarakan dugaan kekerasan terhadap komunitas Uighur. Muhammadiyah bahkan menuntut penjelasan China dan memanggil duta besarnya di Jakarta.

Sejumlah kelompok Islam bahkan berunjuk rasa di depan kedubes China di Jakarta sebagai bentuk protes terhadap dugaan penahanan itu.

Tak lama dari itu, China berupaya meyakinkan ormas-ormas Islam bahwa tak ada kamp konsentrasi dan penahanan.

Beijing berdalih kamp-kamp itu merupakan kamp pelatihan vokasi untuk memberdayakan dan menjauhkan etnis Uighur dari paham ekstremisme.

China lalu mengundang puluhan pemuka agama Islam, wartawan, hingga akademisi Indonesia untuk mengunjungi kamp-kamp tersebut di Xinjiang.

Sejumlah pejabat China juga memberikan presentasi terkait serangan terorisme yang dilakukan oknum etnis Uighur.

Sejak rangkaian tur Xinjiang itu berlangsung, pandangan para pemuka agama Islam tersebut berubah. Seorang tokoh senior Muhammadiyah yang ikut kunjungan ke Xinjiang mengatakan bahwa kamp-kamp yang ia kunjungi sangat bagus dan nyaman, serta jauh dari kesan penjara.

Kata WSJ, hal itu diutarakan dalam catatan perjalanannya yang dirilis di majalah Muhammadiyah.

WSJ juga mengatakan hal serupa soal sikap NU. Pemimpin NU, Said Aqil Siroj, disebut meminta warga terutama umat Muslim Indonesia tak percaya pada laporan media dan televisi internasional untuk memahami situasi di Xinjiang. WSJ mengatakan pernyataan itu disampaikan Said melalui buku yang diterbitkan NU cabang China.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga mantan pengurus NU, Masduki Baidlowi, juga disebut WSJ mengamini pernyataan China selama ini bahwa kamp-kamp itu adalah kamp pelatihan vokasi untuk memberdayakan masyarakat Uighur dan menjauhkan mereka dari ekstremisme.

“Ada masalah dengan ekstremisme di Xinjiang dan mereka [China] sedang menanganinya. Mereka memberikan solusi: pelatihan vokasi dan skill,” kata Masduki seperti dikutip WSJ.

Selain tur gratis ke Xinjiang, China juga disebut menyalurkan sejumlah donasi dan bantuan finansial lainnya yang dibungkus dengan program beasiswa. Sejumlah siswa ormas-ormas Islam termasuk NU turut menerima beasiswa itu.

Merespons laporan itu, Muhammadiyah membantah bahwa organisasinya bungkam soal Uighur karena sejumlah bantuan dari China.

Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Muhti, menegaskan bahwa organisasinya independen dan tidak bisa didikte oleh pihak manapun apalagi asing.

“Muhammadiyah tidak akan menyampaikan suatu pandangan karena sumbangan. Apalagi selama ini tidak ada sumbangan untuk Muhammadiyah,” kata Abdul saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Kamis (12/12).

Abdul juga mengatakan organisasinya menentang keras segala bentuk pelanggaran HAM oleh siapapun. “Tidak terkecuali oleh China, Arab Saudi, Israel, dan sebagainya. Tetapi Muhammadiyah tidak akan bersikap tanpa bukti-bukti yang kuat. Dan tidak hendak mencampuri urusan dalam negeri negara lain,” tambahnya.

Sementara itu, MUI membantah laporan WSJ tersebut. Menurut Kepala Hubungan Internasional MUI, Muhyiddin Junaiddi, tidak semua petinggi agama yang ikut tur ke Xinjiang mendukung sikap China terkait kebijakannya di wilayah itu.

Muhyiddin mengatakan kunjungannya ke Xinjiang pada Februari lalu sangat dipantau ketat oleh pihak berwenang China. Ia juga mengklaim orang-orang Uighur yang ia temui di sana terlihat ketakutan.

Muhyiddin mengatakan upaya China mengundang tokoh-tokoh Islam berpengaruh di Indonesia ke Xinjiang didesain untuk “mencuci otak opini publik. Ia bahkan mengatakan bahwa sejumlah tokoh Muslim Indonesia yang pernah mengkritik China soal Uighur malah jadi membela China.

Masduki Baidlowi sendiri membantah laporan tersebut. Dia mengatakan sampai saat ini prinsipnya terkait Uighur tidak pernah berubah.

Staf Khusus Wapres itu mengakui etnis Uighur di sana masih memprihatinkan terutama soal hak dasar beribadah. “Kalau kehidupan ekonomi memang cukup, tapi kan hidup tidak hanya masalah ekonomi. Jadi menurut kami ini persoalan kebebasan beribadah,” kata Masduki saat dihubungi Kamis malam. 

Dia menduga tuduhan itu dilontarkan karena sikap Indonesia berbeda dengan Amerika Serikat atau negara Barat yang selalu mengecam tindakan China terhadap Uighur. “Jangan karena kita tidak senada dengan Barat seolah dibeli oleh China. Itu pernyataan kasar dan tidak sopan,” ujarnya.

Hingga saat ini, China membantah keras tudingan pelanggaran HAM terhadap suku Uighur itu. Beijing berdalih mereka hanya menampung warga Uighur dalam sebuah program pelatihan vokasi, bukan kamp penahanan.

Hal itu, papar China, dilakukan demi membantu memberdayakan masyarakat Uighur dan menghindari mereka terpapar paham radikalisme dan ekstremisme.

Kepala Humas Kedutaan Besar China untuk Indonesia, Huang Hui belum dapat memberikan komentar terkait laporan tersebut.

Catatan Redaksi: Judul berita ini diubah pada Jumat (13/12) pukul 08.41. Sebelumnya berjudul ‘Media Asing: China Suap Ormas Islam RI Agar Diam soal Uighur’. (rds/dea) […]

Berdasarkan penjelasan dan kutipan pemberitaan itu, maka dapat dikatakan bahwa konten yang tertera pada sumber keliru. Dengan demikian, konten tersebut masuk ke dalam kategori Misleading Content atau Konten yang Menyesatkan.

=====

Referensi:

https://www.facebook.com/groups/fafhh/permalink/1080191102313424/

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20191212202601-106-456537/media-asing-china-rayu-ormas-islam-ri-agar-diam-soal-uighur

https://presshunt.co /

https://press.farm/

https://www.bbc.com/news/technology-50582101