Post sumber tidak menyertakan informasi bahwa per 12 Februari 2010 patung tersebut sudah ditutup, selengkapnya di bagian PENJELASAN dan REFERENSI.
======
KATEGORI
Disinformasi.
======
SUMBER
(1) Pertanyaan dari salah satu anggota FAFHH.
——
(2) http://bit.ly/2MHZbIQ, post oleh akun “Ismail Ali Hakim” (facebook.com/alihakim.ismail.12), sudah dibagikan 2.168 kali per tangkapan layar dibuat.
======
NARASI
“Ternyata tdk percuma penghargaan diberikan kepada bapak pluralisme ini. Ajarannya telah berkembang menjadi ISLAM NUSANTARA”.
======
PENJELASAN
(1) “Liputan6.com, Magelang: Patung Buddha berwajah mantan Presiden Abdurrahman Wahid di Studio Mendut Magelang, Jawa Tengah, yang kontroversial akhirnya ditutup dengan ranting-ranting kayu, Jumat (12/2). Di depan patung juga dipasang tulisan antara lain “Patung ditutup untuk umum”.”, selengkapnya di (1) bagian REFERENSI.
——
(2) http://bit.ly/2rhTadC, firsdraftnews.org: “Konten yang Salah
Ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah”.
======
REFERENSI
(1) http://bit.ly/2tRFQxX, liputan6.com: “Patung Buddha Berwajah Gus Dur Ditutup
Liputan6
12 Feb 2010, 19:30 WIB
(foto)
Liputan6.com, Magelang: Patung Buddha berwajah mantan Presiden Abdurrahman Wahid di Studio Mendut Magelang, Jawa Tengah, yang kontroversial akhirnya ditutup dengan ranting-ranting kayu, Jumat (12/2). Di depan patung juga dipasang tulisan antara lain “Patung ditutup untuk umum”.
Patung untuk memperingati 40 hari wafatnya Gus Dur hasil karya pematung Cipto Purnomo itu ternyata membuat Dewan Pengurus Pusat Theravada Indonesia melayangkan protes terhadap karya seniman Magelang itu. Patung itu dianggap melecehkan simbol agama Buddha.
Budayawan yang juga pemilik Stodio Mendut, Sutanto mengatakan, tak ada maksud seniman melecehkan Buddha. Karya itu untuk menggambarkan Gus Dur yang pluralis, tidak membeda-bedakan agama, etnis maupun bangsa.
Pengasuh Pondok Pesantren Tegalrejo, Yusuf Chudlori menyatakan tidak ada maksud Cipto melecehkan pada agama tertentu. “Sejak awal saya sudah mengatakan patung itu sebagai karya seni sebagai ungkapan cinta terhadap Gus Dur, karena Gus Dur tidak pernah melecehkan agama lain.
Ia mengatakan, Gus Dur itu bukan hanya milik satu kelompok, tetapi milik seluruh bangsa. Ia berharap, kepada pihak yang merasa tersinggung dengan hasil karya tersebut untuk bisa memahami dan kalau memang dianggap melecehkan seniman harus minta maaf.
Selain patung Budha berwajah Gus Dur yang diberi judul “Sinar Hati Gus Dur”, dua patung lain di Studio Mendut yakni “Gunung Gus Dur” karya Ismanto dan “Presiden di Sarang Penyamun” karya Samsudin juga ikut ditutup dengan kain.(JUM/Ant)”.
——
(2) http://bit.ly/2KJDurr, kompas.com: “Seniman Magelang Buat Patung Gus Dur
Kompas.com – 06/02/2010, 08:40 WIB
MAGELANG, KOMPAS.com — Sejumlah seniman Kabupaten Magelang, Jateng, membuat patung Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam rangka memperingati 40 hari meninggalnya presiden keempat RI itu.
Kegiatan para seniman itu berlangsung di Stodio Mendut, Magelang, Jumat, dengan membuat empat patung Gus Dur berbahan batu, yaitu “Sinar Hati Gus Dur” karya Cipto Purnomo, “Gunung Gus Dur” karya Ismanto, “Presiden di Sarang Penyamun” karya Samsudin, dan “Gladiator Gus Dur” karya Jono.
Selain patung, seniman Mami Kato membuat lukisan dengan judul “Gus Dur dan Gembiraloka”.
Hadir dalam acara tersebut antara lain pengasuh Pondok Pesantren Tegalrejo KH Yusuf Chudlori (Gus Yusuf), Romo Kirjito, dan mantan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto.
Keempat patung tersebut dibuat dengan berbagai model yang menggambarkan Gus Dur sebagai tokoh pluralisme, misalnya patung karya Ismanto, badan Gus Dur dikerumuni sejumlah satwa dan karya Cipto Purnomo, Gus Dur dengan tubuh Buddha.
Pemilik Stodio Mendut, Sutanto, mengatakan, pembuatan patung Gus Dur dengan berbagai model tersebut untuk menjelaskan seorang Gus Dur sebagai tokoh yang multietnis, multikultur, dan sebagainya.
“Mudah-mudahan masyarakat mampu menangkap karya seniman ini. Gus Dur merupakan seorang yang cerdas dan artistik, namun hidup di bangsa yang penuh kontroversi,” katanya.
Ia mengatakan, aksi-aksi Gus Dur sebagai pesona yang kaya warna, hadir pada gelanggang kehidupan yang luas (agama, budaya, sosial, dan politik), tentu mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk para perupa.
“Melalui pengalaman masing-masing, baik langsung bersinggungan atau tidak, perupa merupakan bagian yang tidak mungkin terpisahkan dari persoalan penegakan bangunan pluralisme,” katanya.
Gus Yusuf mengatakan, berbagai cara telah dilakukan masyarakat untuk tetap menghidupkan nilai-nilai yang diajarkan Gus Dur, antara lain pluralisme, humanis, dan kebangsaan. “Untuk menghidupkan nilai-nilai tersebut, caranya tidak sama dan sekarang para seniman melalui karya seni rupa,” katanya.
Ia mengatakan, Gus Dur tidak hanya milik satu kelompok, tetapi juga milik bangsa Indonesia.
Editor jodhi”.
======
Sumber: https://www.facebook.com/groups/fafhh/permalink/677619502570588/