Hasil Periksa Fakta Gabriela Nauli Sinaga
Faktanya, teknologi nyamuk wolbachia tidak ada kaitannya dengan penyebaran virus japanese enchepalitis.
Selengkapnya ada di penjelasan.
=====
[KATEGORI]: MISLEADING CONTENT/Konten Menyesatkan
=====
[SUMBER]: TWITTER
https://archive.fo/i16LR
=====
[NARASI]:
“Jangan Kaget Nanti Ujungnya Dana Dari Yayasan Tahija Founding Masuknya Kemana Ya… Dari Penyebaran Nyamuk Wolbachia Di Bali
Bukan Benci Tapi Demi Anak Bangsa Nantinya…”
=====
[PENJELASAN]:
Beredar sebuah unggahan melalui media sosial Twitter, sebuah video yang memuat informasi mengenai rencana penyebaran nyamuk wolbachia di Bali oleh sebuah organisasi penelitian yang didukung oleh salah satu tokoh dunia, yaitu Bill Gates. Namun di dalam unggahannya, akun @dhemit_is_back turut menghubungkan informasi terkait penyebaran nyamuk wolbachia dengan kematian seorang anak di Kulonprogo akibat virus peradangan otak yang bernama japannese enchepalitis. Apakah benar, nyamuk wolbachia yang disebarkan dapat menularkan virus bernama japanese enchepalitis?
Setelah dilakukan penelusuran, ditemukan sebuah informasi yang menjelaskan bahwa penyebaran nyamuk wolbachia tidak adanya kaitannya dengan penularan virus bernama japanese enchepalitis. Perlu diketahui, japanese encephalitis merupakan virus penyebab utama penyakit ensefalitis di Asia yang ditularkan melalui gigitan nyamuk spesies Culex yang terinfeksi (terutama Culex tritaeniorhynchus). Sebagian kecil orang yang terinfeksi mengalami peradangan otak (ensefalitis), dengan gejala termasuk sakit kepala mendadak, demam tinggi, disorientasi, koma, gemetar, dan kejang.
Sementara mengenai teknologi nyamuk wolbachia, Kota Yogyakarta menjadi kota pertama di Indonesia yang mengimplementasikan teknologi ini sebagai upaya dalam pengendalian demam berdarah dengue (DBD). Sejak program ini dimulai pada tahun 2016 lalu, angka kasus DBD di Kota Yogyakarta berangsur menurun, dan pada tahun 2023 mencatatkan rekor terendahnya di angka 67 kasus.
Kota Yogyakarta menjadi kota pertama di Indonesia yang mengimplementasikan teknologi nyamuk ber-wolbachia dalam pengendalian demam berdarah dengue (DBD). Sejak program ini dimulai pada tahun 2016 lalu, angka kasus DBD di Kota Yogyakarta berangsur menurun, dan pada tahun 2023 mencatatkan rekor terendahnya di angka 67 kasus.
“Pada tahun 2016 jumlah kasus di Kota Yogyakarta masih sangat tinggi, mencapai lebih dari 1.700 kasus. Tahun 2023 sampai pada minggu lalu tercatat hanya di angka 67, terendah sepanjang sejarah di Kota Yogyakarta. Selain cara-cara yang sudah kita kenal seperti pemberantasan nyamuk dengan 3M dan jumantik, penurunan kasus ini tidak terlepas dari intervensi program nyamuk ber-Wolbachia yang dilakukan sejak tahun 2016 sampai saat ini,” terang dr. Lana Unwanah, Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Rabu (22/11).
Riset terkait teknologi nyamuk ber-wolbachia di Indonesia dilakukan oleh World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, yang merupakan kolaborasi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Monash University, dan Yayasan Tahija. Implementasi teknologi mutakhir ini di Kota Yogyakarta dilakukan melalui penitipan ember berisi telur nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia di habitat alaminya di lingkungan masyarakat, dengan dukungan dari Dinas Kesehatan dan berbagai pemangku kepentingan terkait.
Kembali pada informasi yang beredar, penularan japanese encephalitis berasal dari nyamuk sehingga muncul anggapan teknologi wolbachia akan menyebabkan penularan virus ini secara lebih masif.Melansir dari artikel kompas.com, Dr. Riris Andono Ahmad, BMedSc, MPH, PhD., Direktur Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM, menyampaikan bahwa hal tersebut tidak benar.
“Japanese encephalitis ini nyamuknya berbeda (dengan nyamuk dalam teknologi wolbachia) dan penyakitnya juga berbeda (dengan DBD). Tidak ada kaitannya (Japanese encephalitis) dengan teknologi wolbachia,” terang dr. Adi Utarini.
Di Indonesia sendiri, teknologi wolbachia yang digunakan, diimplementasikan dengan metode “penggantian”. Tujuannya agar nyamuk betina kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan anak-anak nyamuk yang mengandung wolbachia. Pada akhirnya, hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki wolbachia.
Jadi dapat disimpulkan, klaim yang menghubungkan penyebaran nyamuk wolbachia dengan peradangan otak akibat virus japanese enchepalitis, merupakan klaim yang keliru dan termasuk ke dalam kategori misleading content atau konten menyesatkan.
=====
[REFERENSI]: