Hasil Periksa Fakta Fathia Islamiyatul Syahida (Universitas Pendidikan Indonesia)
Klaim tersebut salah. Faktanya, tidak ada informasi resmi dan kredibel terkait klaim tersebut. Lebih lanjut, jurnal terkait Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy yang dijadikan acuan pembuatan vaksin nusantara baru berupa hipotesa yang dianggap memiliki efektivitas melawan SARS-Cov-2.
= = =
Kategori: Konten yang Menyesatkan
= = =
Sumber: Youtube
https://archive.md/Jo1Ja
= = =
Narasi:
“AKHIRNYA!! DUNIA SETUJUI VAKSIN NUSANTARA, DOKTER TERAWAN TERDEPAN BERHASIL SELAMATKAN DUNIA”
“Kita sudah punya teknologinya kita tinggal ngembangkannya dan kita bisa menjadi negara pertama di dunia yang mengembangkan Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy yang dunia juga sudah menyetujui menjadi, atau menghipotesiskan untuk menjadi the beginning of the end, mulai untuk mengakhiri Covid-19. SARS-Cov-2 artinya apa? Artinya kita bisa menyesuaikan kapan saja mau mutasi kayak apa bisa kita sesuaikan. Dampaknya ketahanan kesehatan nasional menghadapi pandemi ini bisa kita atasi dengan membuat imunitas yang baik buat setiap warga negara. Sekarang di seluruh dunia sedang membicarakannya termasuk terakhir dari New York dan sebagainya karena di Elsevier sudah terbit jurnal Pubmed, itu isinya adalah Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy atau vaksin Nusantara, the beginning of the end, cancer and Covid-19. Dunia sepakat punya hipotesis bahwa yang akan menyelesaikan hal ini termasuk Covid-19 adalah Dendritic Cell vaksin Immunotherapy atau Vaksin Nusantara. Tadi kita bisa melihat apa yang sudah dipaparkan oleh narasumber, dokter Joni, begitu gamblang. Bagaimana perbedaan antara konvensional vaksin, dengan vaksin yang berbasis Dendritic Cell atau yang kita sebut intervensional dan sebagainya.”
= = =
Penjelasan:
Beredar sebuah informasi yang mengklaim bahwa dunia sudah menyetujui Vaksin Nusantara. Vaksin tersebut berbasis Dendrintic Cell Vaccine Immunotherapy, yang diklaim dapat melawan Covid-19. Dalam video tersebut mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto menyampaikan jurnal yang menjadi acuan pengembangan Vaksin Nusantara gagasannya menyatakan Dendrintic Cell Vaccine Immunotherapy bisa melawan SARS-Cov-2 dan dunia sudah menyetujui vaksin tersebut menjadi awal dari berakhirnya Covid-19.
Setelah ditelusuri, klaim tersebut salah. Faktanya tidak ada sumber yang kredibel bahwa dunia sudah menyetujui Vaksin Nusantara. Kemudian, jurnal yang dijadikan landasan pengembangan Vaksin Nusantara tersebut baru berupa hipotesa. Jurnal tersebut berisikan hipotesa terhadap kemungkinan terdapat efektivitas melawan Virus Corona, bukan jurnal yang melaporkan hasil penelitian.
Peneliti vaksin dan doktor di bidang Biokimia dan Biologi Molekuler di Universitas Adelaide Australia, dr. Ines Atmosukarto melalui Kompas.com menjelaskan bahwa jurnal yang sudah dipublikasi bukan berarti valid sepenuhnya dan tidak bisa dijadikan alasan suatu jurnal terpublikasi sebagai validasi mutlak. Ia juga menyatakan bahwa jurnal yang dijadikan acuan pengembangan Vaksin Nusantara tersebut bukan jurnal acuan untuk pelaporan penelitian vaksin, “Jadi sifatnya spekulatif tidak didukung pembuktian,” kata dr. Ines melalui Kompas.com.
Dilansir dari Klikdokter.com, dr. Astrid Wulan Kusumoastuti menjelaskan bahwa Dendrintic Cell Vaccine sendiri dimanfaatkan untuk memicu respons imun terhadap sel kanker, sel ini memiliki tugas terhadap respons imun adaptif dan berperan menjaga sistem kekebalan tubuh. Terkait efektivitasnya untuk penanganan Covid-19 belum bisa dipastikan, baru sekedar hipotesa kemungkinan dapat menyembuhkan pasien terinfeksi Virus Corona.
Dengan demikian klaim Dendritic Cell Vaccine Immunotherapy atau Vaksin Nusantara disetujui dunia merupakan hoaks, dengan kategori Konten yang Menyesatkan.
= = =
Referensi:
https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/29/170100323/ahli-jurnal-vaksin-sel-dendritik-tidak-disertai-pembuktian?page=all
https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/29/170100323/ahli-jurnal-vaksin-sel-dendritik-tidak-disertai-pembuktian?page=all
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7836805/
= = =
Editor: Bentang Febrylian