Hasil Periksa Fakta Renanda Dwina Putri (Anggota Komisariat MAFINDO Universitas Pendidikan Indonesia).
Narasi dan informasi yang salah. Faktanya, tidak ada tindakan bayar tilang dari pengelola tol Jombang-Mojokerto dan struk bukan dasar penindakan, melainkan sebagai pengingat ketika pengguna jalan tol sudah melebihi batas kecepatan rata-rata.
Selengkapnya di bagian penjelasan.
====
Kategori: Konten yang Menyesatkan
====
Sumber: Facebook
====
Narasi:
“Ati2 yg lewat tol kecepatan di atas rata rata, di tilang gak bisa ngelak,
Rumus jarak di bagi waktu. Dan bayar tilang di pintu keluar tol.”
====
Penjelasan:
Akun Facebook Wijianto mengunggah sebuah foto struk pembayaran tol dengan narasi “Ati2 yg lewat tol kecepatan di atas rata rata, di tilang gak bisa ngelak, Rumus jarak di bagi waktu. Dan bayar tilang di pintu keluar tol” pada 26 Juli 2020.
Dalam foto tersebut, tertulis bahwa tarif tol sebenarnya sebesar Rp17.500, namun karena kendaraan tersebut melanggar batas kecepatan rata-rata lebih dari 100 kilometer per jam, maka ada tambahan denda tilang menjadi Rp71.500.
Berdasarkan hasil penelusuran, informasi yang terdapat dalam foto dan narasi tersebut adalah salah. Senkom Astra Infra Toll Road ( Tol Jombang-Mojokerto) Agus Triono, menegaskan bahwa tidak ada denda bayar tilang dari pengelola jalan tol.
“Tidak ada tindakan bayar tilang dari pengelola, kami hanya bantu menginformasikan kepada pengguna jalan untuk kecepatan rata-rata saat berkendaranya di ruas kami dan tercantum sesuai di resi atau struk saat transaksi keluar,” ujarnya saat dihubungi oleh pihak Kompas.
Agus juga menambahkan bahwa kecepatan rata-rata kendaraan yang tercantum pada struk hanyalah sekadar informasi untuk menambah kewaspadaan pengendara kelak dan evaluasi pengelola.
“Ini sifatnya sebagai pengingat saja agar pengguna jalan bisa tahu kecepatannya. Tidak ada hubungan dengan tilang, karena itu kan wewenang dari PRJ Tol,” ujarnya.
Kepala Departemen Operasi Astra Tol Jombang-Mojokerto, Udhi Dwi Saputro, juga menegaskan bahwa pencatatan pelanggar batas kecepatan di ruas tol Jombang-Mojokerto ini, bukan dijadikan dasar penilangan dan sudah dilakukan sejak April 2020.
“Struk bukan dasar penindakan, karena kalau misalkan ada operasi terkait batas kecepatan, dilakukan oleh PJR dan kepolisian menggunakan alat sendiri, bukan berdasarkan struk kita. Memang, kalau rata-rata kecepatannya di bawah 100 km/jam, tidak ada catatan di struk, tapi kalau lebih dari 100 km/jam baru ada di struk. Sekali lagi, ini bukan dasar untuk penilangan, tapi imbauan saja kepada pengguna jalan tol,” ujarnya saat dikonfirmasi oleh Liputan6 melalui sambungan suara.
Sebagai tambahan, arti balance pada struk, sebetulnya menjelaskan pada sisa uang yang terdapat pada kartu e-toll, bukan menunjukkan jumlah total biaya yang dikeluarkan. Pengenaan biaya itu seolah-olah terjadi terakumulasi otomatis dan dibayarkan secara langsung saat kendaraan keluar gerbang tol (ketika kartu e-toll di-tap).
Dengan demikian, foto struk dengan narasi dan informasi yang diunggah oleh akun Facebook Arisma Wijianto dapat masuk ke dalam kategori Konten yang Menyesatkan. Hal ini dikarenakan tidak ada tindakan bayar tilang dari pengelola tol Jombang-Mojokerto dan struk digunakan sebagai pengingat ketika pengguna jalan tol sudah melebihi batas kecepatan rata-rata.
====
Referensi: