Tidak benar bahwa Abdul Mu’ti selaku Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyyah membuat tulisan berjudul “Mana Teriakan Saya Pancasila mu?”. Dalam keterangannya, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menulis atau membuat pernyataan seperti halnya yang telah beredar dengan mencatut namanya tersebut.
Selengkapnya terdapat di penjelasan!
KATEGORI: IMPOSTER CONTENT
===
SUMBER: MEDIA SOSIAL FACEBOOK
===
NARASI:
Mana teriakan “Saya Pancasila mu ?”
Oleh : Dr Abdul Mu’ti MEd
(Sekum PP Muhamadyah)
Alhamdulillah saya berkesempatan membaca Naskah Akademik yang 100 halaman dengan daftar pustakanya itu dan draft RUU HIP hasil Badan Legislasi DPR RI per tanggal 26 April 2020 yang berisi 10 Bab dan 60 pasal itu.
Selain membaca naskahnya, saya juga mengikuti sejumlah kajian daring dengan tema membahas RUU HIP yang menghadirkan banyak pakar dari berbagai bidang, khususnya pakar Hukum, pakar Sejarah dan Agama.
Kalau menurut saya, sejak dari aspek Filosofis urgensi RUU ini telah cacat. Demikian pula argumen yuridis dan sosiologisnya.
Secara prosedur pembahasan perlu dipertanyakan, terutama ketergesaan membahasnya dengan kecepatan turbo ditengah situasi wabah Covid 19, layaknya sopir minibus kejar setoran. Sangat tidak biasa dibanding sejumlah RUU lain yang mengalami pelambatan bahkan terbengkalai.
Muatan materi isi dari RUU nya pun banyak kejanggalannya, terutama keberanian para iniisiator mereduksi idiologi Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila dengan menempatkan Ketuhanan dibawah derajat kemanusiaan dan kebudayaan.
Tak pelak ujung-ujung nya menimbulkan kecurigaan adanya agenda tersembunyi dibalik semua proses politik di DPR ini, apalagi kalau bukan kecurigaan atas konsolidasi kekuatan anasir Komunis yang merongrong dasar negara Pancasila.
Menurut saya, dengan sejumlah alasan fundamental itu seharusnya DPR membatalkan pembahasan RUU ini. Sekali lagi, membatalkan, bukan memperbaiki pasal-pasal dan redaksinya.
Namun sayangnya Fraksi-Fraksi dari Partai berbasis Islam dan Nasionalis yang ada di Parlemen nampaknya tidak cukup tajam hidungnya mengendus bau tak sedap di balik RUU HIP ini. Mungkin dampak Covid 19 yang merusak sistem pernapasan mereka dan mengurangi imunitas idiologisnya.
Ketiika pertahanan idiologis di Parlemen kedodoran dan jebol, saat nya lah kekuatan-kekuatan masyarakat tampil memberikan warning kepada para wakil rakyat itu, sebagai sinyal kesiagaan umat untuk membentengi idiologi bangsa dari infiltrasi idiologi-idiologi lain yang akan merusaknya.
Untuk yang biasa berteriak ; “Saya Pancasila…….!” saatnya anda bangun dan sadar, jangan tertipu oleh mereka yang akan merusak Pancasila. Kalau hanya teriak, dulu tokoh-tokoh Komunis juga berteriak yang sama, tapi mereka berhianat pada Pancasila.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah membentuk Tim khusus untuk berjihad konstitusional mempertahankan ideologi Pancasila. Sangat bagus kalau seluruh Pinpinan Wilayah Muhammadiyah se Indonensia bersama Ortom-Ortomnya melakukan kajian terhadap RUU HIP ini di wilayahnya dan hasilnya disampaikan sebagai masukan kepada Tim PP.
Lebih bagus lagi kalau seluruh Ormas (Islam maupun nasionalis) melakukan kajian dan membentuk Tim serupa sehingga terbanngun integrasi idiologis bangsa Indonesia.
Ingat selalu dan jangan lupakan sejarah. Dalam catatan sejarah Indonesia kekuatan Ideologi Komunis itu sangat piawai memengaruhi kekuatan-kekuatan rakyat, bahkan (Pimpinan struktural) Ormas-Ormas Islam dengan berbagai cara, terutama jika oknum-oknum komunis telah menguasai posisi-posisi strategis Negara. Mereka tak segan mengumbar janji-janji manis duniawi yang membius jika Ormas Islam itu mendukung mereka.
PKI itu ibarat virus Corona, tidak terlihat bentuknya tapi terasa kebinasaan yang ditimbulkannya. Kesadaran Ormas-ormas Islam jangan sampai baru tumbuh setelah kekuatan komunis merajalela membinasakan lawan-lawan nya.
“SAYA PANCASILA, SAYA MENOLAK RUU HIP”
===
PENJELASAN: Beredar sebuah tulisan yang mencatut nama Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti yang berjudul “Mana teriakan “Saya Pancasila mu?””. Tulisan tersebut sempat diterbitkan oleh sebuah situs, yang kemudian kembali disebarkan ulang oleh para pengguna media sosial seperti halnya Facebook dan juga pesan berantai Whatsapp.
Menanggapi viralnya pesan tersebut, pihak terkait yakni Abdul Mu’ti pun akhirnya angkat bicara. Melansir dari suaramuhammadiyah.id dan muhammadiyah.or.id, Abdul Mu’ti dalam keterangan tertulisnya menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menulis atau membuat pernyataan seperti halnya yang terdapat dalam tulisan viral tersebut.
Mu’ti menegaskan bahwa tulisan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Lebih lanjut ia juga mengajak semua pihak, khususnya warga Muhammadiyah untuk bijak dalam bermedia sosial dan tidak mudah mempercayai sebuah tulisan yang belum tentu kebenarannya. Mu’ti juga mengedepankan sifat tabayun dan berifikir kritis ketika menerima suatu informasi di media sosial.
Sementara itu, situs hajinews.id juga turut menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan dalam hal penulisan yang dilakukan sebelumnya. Melalui sebuah catatan redaksi, disampaikan bahwa artikel yang sebelumnya ditulis dengan nama Abdul Mu’ti kini telah dirubah.
Berikut klarifikasi lengkap yang diberikan oleh situs hajinews.id:
“Catatan redaksi: Artikel ini sebelumnya tertulis: Oleh : Dr Abdul Mu’ti MEd. Ternyata Abdul Mu’ti mengklarifikasi bahwa tulisan ini bukan tulisannya. Atas kesalahan ini redaksi mohon maaf.”
Tulisan yang mencatut nama Abdul Mu’ti tersebut masuk ke dalam kategori imposter content. Imposter content terjadi jika sebuah informasi mencatut pernyataan tokoh terkenal dan berpengaruh. Tidak cuma perorangan, konten palsu ini juga bisa berbentuk konten tiruan dengan cara mendompleng ketenaran suatu pihak atau lembaga.
===
REFERENSI:
https://web.facebook.com/groups/137710793003966/permalink/2894065487368469/, https://archive.md/5rmSV