Per post ini disusun, deskripsi foto sudah direvisi menjadi “Model rumah tahan gempa di Merapi. Foto: Sunaryo”, selengkapnya di bagian REFERENSI.
======
KATEGORI
Klarifikasi.
======
SUMBER
(1) Pertanyaan dari salah satu anggota FAFHH.
——
(2) http://bit.ly/2CSH4Qj, post oleh akun “Salsabillah Andriani” (facebook.com/salsaadnyana.wijaya), sudah dibagikan 317 kali per tangkapan layar dibuat.
——
(3) http://bit.ly/2xg1zAC, post oleh akun-akun lainnya di Facebook (public posts).
======
NARASI
“Tempo bertahan dengan berita hoax untuk menyanjung junjungannya..,
Rumah di Jogja diaku di Lombok…😷😷
https://hamdani17.blogspot.com/2011/01/rumah-griya-merapi.html?m=1”.
======
REFERENSI
http://bit.ly/2N81D01, Tempo: “Rumah Tahan Gempa Rp 15 Juta Mulai Berdiri di Lombok Utara
Reporter: Tempo.co
Editor: Elik Susanto
Kamis, 6 September 2018 21:18 WIB
(foto)
Model rumah tahan gempa di Merapi. Foto: Sunaryo
TEMPO.CO, Lombok Utara – Hujan mulai turun di beberapa lokasi bencana gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat. Meski belum lebat, hujan bakal menimbulkan masalah baru bagi pengungsi, terutama anak-anak yang tinggal di tenda-tenda. Mereka mudah terserang penyakit. Solusi tempat tinggal permanen buat mereka sangat dibutuhkan.
Di Kabupaten Lombok Utara, ratusan rumah rusak akibat gempa pada Juli 2018. Bagi pemilik rumah, kondisi rusak sedang maupun berat tidak ada bedanya. Sama-sama tidak bisa ditempati dan menimbulkan trauma. Penduduk masih khawatir gempa yang bertubi-tubi dalam sebulan tiba-tiba kembali mengguncang. Karena itu mereka memilih tinggal di tenda pengungsian.
Saat ini sudah berdiri rumah sebanyak 80 unit di Desa Obel-Obel, yang dibangun secara gotong-royong. Adapun di Dusun Orong Rumput, Desa Wedana pembangunannya baru memasuki persiapan untuk 230 unit rumah. Rumah tahan gempa tersebut berbahan kayu untuk rangka dan dinding dasar batu bata setinggi 60 sentimeter. Selebihnya, dinding rumah terbuat dari bambu yang dianyam atau gedek.
(foto)
Model rumah tahan gempa di Merapi. Foto: Sunaryo
Ukuran rumah sederhana permanen tersebut 6 x 6 meter. Beratap seng dan berlantai semen. Cukup untuk satu keluarga yang terdiri dari suami istri dan dua anak. Proses pembuatannya dilakukan secara gotong-royong. Bahan bangunan sebagian mendaur ulang rumah lama. Waktu pengerjaan tergolong cepat, hanya tiga hari.
Biaya cukup murah, yaitu Rp 15 juta per unit. Proses pembuatannya cepat. Setiap rumah yang bisa diselesaikan tiga hari, jumlah pekerjanya pun hanya 4 orang untuk satu unit.
Selain tempat tinggal, pengungsi juga menghadapi persoalan air bersih. Sumur mendadak mengering setelah lindu. Warga mengandalkan kiriman dengan truk tangki dua hari sekali. Karena pasokan air setiap desa terbatas, penduduk harus berhemat. Mandi cukup sekali dalam sehari, selebihnya air diutamakan untuk dikonsumsi.
Kegiatan pendidikan belum pulih. Murid sekolah dan santri pondok pesantren tidak bisa belajar karena gedung tempat belajarnya roboh. Kesulitan sudah sedikit tertangani. Bantuan dari berbagai kalangan telah berdatangan. Sejumlah lembaga mengambil bagian memulihkan keadaan. Salah satunya Johari Zein Foundation bersama Baitul Maal Muamalat, yang konsentrasi membantu memulihkan kondisi bencana di Lombok Utara.
Lembaga tersebut memprioritaskan kebutuhan penduduk yang paling mendesak. “Ada lima program yang dijalankan, membangun tempat tinggal, pengadaan air bersih dan sanitasi, mengatasi sampah, menghidupkan roda ekonomi dan membangun tempat ibadah serta sekolah,” kata Andrianto, Direktur Johari Zein Foundation dalam rilisnya yang diterima Tempo, Kamis, 6 September 2018.
Menurut Andrianto, pembangunan masjid dengan rangka baja kelar dalam waktu 5 hari. Di dekat masjid juga dibangun 2 ruang kelas untuk belajar anak-anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar. “Kami bekerja cepat membangun rumah warga di kawasan gempa. Model rehabilitasi ini sudah kami terapkan di tempat lain, seperti di Yogyakarta dan Mentawai”. Di seluruh Lombok, kata Andrianto, sudah berdiri sekitar 1.900 unit rumah permanen bantuan donatur.
Catatan:
Keterangan foto dalam artikel ini sudah diperbaiki pada Kamis, 13 September 2018, sehubungan dengan adanya kekeliruan penulisan. Semula caption foto tertulis rumah tahan gempa di Lombok Utara foto: Dok.Joko Intarto. Seharusnya model rumah tahan gempa di Merapi foto: Sunaryo. Kami mohon maaf atas kesalahan ini.”
======
Sumber: https://www.facebook.com/groups/fafhh/permalink/746386595693878/