[SALAH] Blood Moon Jadi Pertanda Gempa Bumi dan Tsunami Dahsyat

  • Narasi yang mengaitkan bulan darah sebagai pertanda buruk merupakan kepercayaan yang muncul di masa lalu. Ketika sains semakin berkembang, kepercayaan tersebut semakin luntur. Fenomena bulan darah pun dimaknai sebagai peristiwa alam yang biasa.
  • Unggahan berisi narasi “blood moon jadi pertanda gempa bumi dan tsunami dahsyat” adalah konten yang menyesatkan (misleading content).

Akun Facebook “Puji Tuhan” pada Rabu (12/3/2025) membagikan video [arsip] berisi narasi:

“Ini bukan lelucon, jangan dilewati. Mengejutkan dunia! Bulan darah muncul pada tanggal 14 Maret! Banyak penubuat memperingatkan,Akan ada gempa bumi dahsyat dan tsunami pada tahun Juli 2025! Nubuatan akhir zaman dalam Kitab Wahyu sedang digenapi selangkah demi selangkah, dan bencana besar akan segera datang! Tuhan menggunakan bulan darah untuk mengingatkan dunia: Berjaga-jaga! Bertobatlah! Berbaliklah! Besok sudah terlambat, kembalilah kepada Tuhan sekarang!  Amin! Jika Anda percaya.”

Hingga Selasa (25/3/2025) unggahan tersebut telah disukai oleh hampir 2.000 pengguna dan menuai 1.000-an komentar.

Pemeriksaan Fakta

Disadur dari artikel Cek Fakta kompas.com.

Istilah “bulan darah” atau “blood moon” merujuk pada bulan yang berwarna merah ketika gerhana bulan total terjadi. Warna merah  tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah, bukan pertanda bencana besar akan datang.

Dikutip dari CBS, fenomena “bulan darah” terjadi saat gerhana bulan total, ketika matahari, bumi, dan bulan dalam posisi sejajar. Cahaya matahari dibiaskan melalui atmosfer bumi sebelum mencapai bulan, yang memantulkannya kembali dalam warna kemerahan menyerupai darah.

Dilansir dari National Geographic, narasi yang mengaitkan bulan darah sebagai pertanda buruk merupakan kepercayaan yang muncul di masa lalu. Akan tetapi, kepercayaan itu dimanfaatkan oleh sekelompok manusia lain yang sudah mengetahui bulan darah sebagai fenomena astronomi biasa.

Misalnya pada 1504, ketika Christopher Columbus memanipulasi penduduk asli Arawak di Jamaika. Hal ini diketahui dari catatan putranya, yaitu Ferdinand Columbus. Suku Arawak diperingatkan Columbus bahwa Tuhan akan mengubah bulan menjadi merah sebagai tanda kemarahan.

Saat gerhana bulan darah itu terjadi, suku Arawak ketakutan dan segera memberikan makanan kepada Columbus dan krunya. Ini dilakukan Suku Arawak dengan harapan dapat meredakan “kemarahan” Tuhan.

Ketika sains semakin berkembang, kepercayaan tersebut semakin luntur. Fenomena bulan darah pun dimaknai sebagai peristiwa alam yang biasa.

Kesimpulan

Unggahan berisi narasi “blood moon jadi pertanda gempa bumi dan tsunami dahsyat” merupakan konten yang menyesatkan (misleading content).

(Ditulis oleh Moch. Marcellodiansyah)