Hasil periksa fakta Mochamad Marcell
Faktanya artikel jurnal dalam penelitian yang menjadi dasar dari klaim ini menyebut bahwa bukti yang terbatas dan frekuensi penyakit yang rendah telah memperkecil hubungan definitif antara Vaksin Covid-19 dengan Oklusi Vaskular Retina (RVO). Selengkapnya pada bagian penjelasan.
= = =
Kategori: Konten yang Menyesatkan
= = =
Sumber: Twitter
= = =
Narasi:
“BREAKING: COVID-19 Vaccine Can Cause Blindness
A group of scientists recently conducted a study that investigated a potential link between COVID-19 vaccines and a type of eye condition known as retinal vascular occlusion.
This condition occurs when blood vessels in the eye become blocked, leading to potential vision loss. The study was published in the journal Nature.
The scientists analyzed a cohort of individuals who had received the COVID-19 vaccine and compared them to those who had not. They discovered that the risk of retinal vascular occlusion was higher in those who had been vaccinated compared to those who had not.
The risk was found to be highest in the first few weeks after vaccination but could last for up to 12 weeks.
Furthermore, the incidence of retinal vascular occlusion was significantly higher in those who received the vaccine after 2 years, with an overall hazard ratio of 2.19. This means that vaccinated persons are 2 times more likely to be inflicted with blindness.”
Terjemahan:
“BREAKING: Vaksin COVID-19 Bisa Menyebabkan Kebutaan
Sekelompok ilmuwan baru-baru ini melakukan penelitian yang menyelidiki hubungan potensial antara vaksin COVID-19 dan sejenis kondisi mata yang dikenal sebagai oklusi vaskular retina.
Kondisi ini terjadi ketika pembuluh darah di mata tersumbat, yang menyebabkan potensi kehilangan penglihatan. Studi ini dipublikasikan di jurnal Nature.
Para ilmuwan menganalisis sekelompok orang yang telah menerima vaksin COVID-19 dan membandingkannya dengan mereka yang tidak. Mereka menemukan bahwa risiko oklusi vaskular retina lebih tinggi pada mereka yang telah divaksinasi dibandingkan dengan mereka yang tidak.
Risiko ditemukan paling tinggi dalam beberapa minggu pertama setelah vaksinasi tetapi dapat bertahan hingga 12 minggu.
Selanjutnya, kejadian oklusi vaskular retina secara signifikan lebih tinggi pada mereka yang menerima vaksin setelah 2 tahun, dengan rasio hazard keseluruhan 2,19. Artinya, orang yang divaksinasi 2 kali lebih mungkin terkena kebutaan”
= = =
Penjelasan:
Cuitan di Twitter membagikan informasi terkait penelitian terbaru yang meneliti hubungan antara Vaksin Covid-19 dengan Oklusi Vaskular Retina (RVO), sebuah kondisi di mana gumpalan darah menyumbat vena retina yang dapat menyebabkan kebutaan secara permanen. Dalam cuitan tersebut menyebut bahwa kondisi tersebut akan dialami lebih tinggi pada mereka yang telah menerima vaksin setelah 2 tahun.
Setelah ditelusuri klaim tersebut menyesatkan dan tidak mendasar pada hasil penelitian terbaru yang dibagikan. Faktanya hasil pengujian hubungan antara dua variabel penelitian yakni risiko Oklusi Vaskular Retina (RVO) dan pasca Vaksin Covid-19 memiliki hubungan yang rendah. Seperti yang dilansir dari AFP yang juga mengutip dari artikel jurnal penelitian tersebut bahwa kecilnya hubungan definitif antara keduanya disebabkan oleh bukti yang terbatas dan frekuensi penyakit yang rendah.
Dalam pembahasan artikel jurnal penelitian tersebut menyebut bahwa vaksinasi masih disarankan untuk melindungi dari Covid-19, karena kejadian oklusi vaskular retina masih sangat rendah. Menurut Rishi Singh, president of Cleveland Clinic Martin North and South hospitals penelitian tersebut justru dapat meyakinkan masyarakat untuk divaksinasi karena gagal menunjukkan bahwa vaksin menyebabkan kondisi retina. Melalui AFP Rishi Singh menyebut orang yang terinfeksi Covid-19 terbukti sebaliknya akan lebih berisiko terkena Oklusi Vaskular Retina (RVO) berdasarkan hasil studi pada tahun 2022 (arsip studi: https://perma.cc/59HE-YTSB).
Dengan demikian, vaksin Covid-19 dapat menyebabkan kebutaan dalam jangka panjang adalah tidak benar dengan kategori Konten yang Menyesatkan.
= = =
Referensi:
https://factcheck.afp.com/doc.afp.com.33F8723
https://jamanetwork.com/journals/jamaophthalmology/fullarticle/2790988 (arsip: https://perma.cc/59HE-YTSB)
===