Hasil periksa fakta Evarizma Zahra.
Informasi tersebut salah. Faktanya, Kementerian Kesehatan New Zealand tidak mengizinkan euthanasia secara spesifik untuk pasien COVID-19 di New Zealand. Pasal “The End of Life Choice Act 2019” yang resmi dilegalkan pada 7 November 2021 tidak secara spesifik merujuk untuk pasien COVID-19.
=====
KATEGORI: KONTEN YANG MENYESATKAN / MISLEADING CONTENT
=====
Sumber: Twitter
https://archive.ph/Lw35p
=====
Narasi:
“Patients admitted to hospital with COVID-19 can die by euthanasia if doctors decide they might not survive, the New Zealand government has declared. That’ll certainly increase the numbers. There’s evil afoot.”
Terjemahan:
“Pasien COVID-19 mengaku ke rumah sakit bahwa mereka dapat meninggal dengan euthanasia jika dokter memutuskan mereka tidak selamat, pemerintah New Zealand telah mengumumkan. Ada kejahatan yang terjadi.”
=====
Penjelasan:
Akun Twitter @calvinrobinson (Calvin) menyebarluaskan informasi bahwa pasien COVID-19 dapat meminta euthanasia apabila dokter memutuskan mereka tidak akan selamat, serta hal tersebut tentu akan meningkatkan angka kematian bagi pasien COVID-19. Pengguna Twitter tersebut mengutip dari artikel Catholic Herald yang diunggah pada 20 Desember lalu. Unggahan tersebut telah dibagikan ulang sebanyak lebih dari 2,500 kali. Selain itu, terdapat 4,600 orang menyukai dan lebih dari 200 orang telah memberikan komentar.
Klaim tersebut berawal dari legalisasi “the End of Life Choice Act 2019”, di mana hukum tersebut mulai bisa diaplikasikan setahun setelah diresmikan. Banyak pihak yang kontra terhadap hukum tersebut. Salah satu yang paling vokal dalam mengekspresikan ketidaksetujuan mereka adalah sekelompok aktivis yang melakukan pergerakan dengan nama #DefendNZ.
#DefendNZ menerbitkan artikel yang berisi pertanyaan sebagai berikut:
“Could a patient who is severely hospitalized with COVID-19 potentially be eligible for assisted suicide or euthanasia under the Act if a health practitioner viewed their prognosis as less than six months?”
Pertanyaan tersebut yang memicu banyaknya pengguna sosial media untuk menyebarkan klaim serupa dengan yang ditulis @calvinrobinson.
Pihak resmi menteri kesehatan New Zealand meluruskan tuduhan tersebut. Blair Cunningham, penasihat senior untuk Kementerian Kesehatan New Zealand, mengungkapkan kepada Reuters bahwa euthanasia tidak secara spesifik ditujukan kepada pasien COVID-19.
Selain itu, Blair Cunningham juga menyatakan bahwa layak atau tidaknya seseorang untuk melakukan euthanasia ditentukan secara case-by-case. Pasien COVID-19 bisa masuk dalam kategori layak untuk euthanasia, namun tidak semua. Dibutuhkan paling tidak dua dokter dan seorang psikiater yang memberikan laporan resmi bahwa seorang pasien boleh meminta euthanasia.
Informasi dengan topik yang sama juga pernah dibahas sebelumnya oleh Reuters dengan judul “Fact Check – New Zealand has not approved euthanasia specifically for COVID-19 patients”.
Dengan demikian, informasi yang disebarluaskan oleh akun Twitter @calvinrobinson (Calvin) tersebut dikategorikan sebagai konten yang menyesatkan karena kelayakan euthanasia yang dijelaskan dalam the “End of Life Choice Act 2019” digunakan untuk membungkus sebuah isu.
=====
Referensi:
https://www.defendnz.co.nz/news-media/2021/12/19/exclusive-euthanasia-expansion-moh-says-kiwis-with-covid-19-can-now-be-eligible
https://www.reuters.com/article/factcheck-newzealand-euthanasia-idUSL1N2TM0L5
https://www.health.govt.nz/our-work/life-stages/assisted-dying-service/end-life-choice-act-2019