Hasil periksa fakta Rahmah An Nisaa (Uin Sunan Ampel Surabaya).
Klaim tersebut tidak benar. Faktanya, pungutan pajak tidak dibebankan kepada konsumen, melainkan kepada distributor tingkat II (server).
Selengkapnya terdapat di penjelasan!
===
KATEGORI: Konten yang Salah / False Content
===
SUMBER: Facebook
===
NARASI:
“Beli Pulsa kena pajak
Beli kuota kena pajak
Beli sembako kena pajak
Apes… apes.”
===
PENJELASAN:
Akun Facebook Wily Sinaga mengunggah foto (31/01/21) berisi narasi “Beli pulsa kena pajak, Beli kuota kena pajak, Beli sembako kena pajak, Apes… apes.”. Unggahan tersebut mendapat balasan dari warganet sebanyak 71 suka, 109 komentar dan 10 kali dibagikan.
Berdasarkan hasil penelusuran, klaim beli pulsa dikenakan pajak ialah salah. Faktanya, melalui akun Instagram Sri Mulyani @smindrawati menjawab kekhawatiran banyak kalangan terhadap Permenkeu No. 6/PMK.3/2021, pemungutan PPN terkait pulsa dan kartu perdana sebenarnya telah berlaku selama ini, dan hanya sampai ke distributor tangkat II (server), sehingga untuk selanjutnya distributor pengecer ke konsumen tidak perlu dipungut PPN lagi.
“Dilakukan penyederhanaan pemungutan PPN, sebatas sampai pada distributor tingkat II (server). Sehingga distributor tingkat pengecer yang menjual kepada konsumen akhir tidak perlu memungut PPN lagi,” tulis Menkeu.
Melansir dari kompas.com, sementara untuk teks yang menyebut harga voucer pulsa, kartu perdana, dan token listrik akan naik, juga tidak dibenarkan.
“Ketentuan tersebut tidak berpengaruh terhadap harga pulsa/kartu perdana, token listrik dan voucer. Selama ini PPN dan PPh atas pulsa/kartu perdana, token listrik, dan voucer sudah berjalan. Jadi tidak ada pungutan pajak baru untuk pulsa, token listrik, dan voucer,” jelas Sri Mulyani.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka klaim beli pulsa kena pajak adalah salah. Oleh sebab itu, konten tersebut masuk ke dalam kategori False Context atau Konten yang Salah.
===
REFERENSI:
https://www.instagram.com/p/CKq1ZTap4Mr/
https://www.instagram.com/p/CKo8eN9J-x8/
Penulis: Rahmah An Nisaa
Editor: Bentang Febrylian