Politisi PSI, Tsamara Amany menyatakan postingan akun Facebook Ely Arsad yang berisi screenshot foto dirinya dengan narasi akun media sosial Projo yang mengajak mendukung Jokowi karena akan dibantu eksodus Tiongkok illegal yang mempunyai KTP selundupan, serta Cawapres Ma’ruf yang juga akan digantikan oleh Ahok nantinya adalah tidak benar adanya. “Jelas hoaks,” ujar Tsamara, Senin (25/2).
=====
Sumber: Media Sosial Facebook
=====
Kategori: Misleading Content / Disinformasi
=====
Narasi:
“Bocooor..bocoooor,” posting akun Facebook Ely Arsad II, Jumat (22/2).
=====
Penjelasan:
Akun Facebook dengan nama Ely Arsad II membuat postingan dengan menampilkan sceenshot postingan akun Facebook Nur Henny yang berisi foto politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Tsamara Amany dan narasi yang ditulis akun media sosial bernama Projo dengan inti pesan mengajak untuk mendukung Calon Presiden (Capres) Joko Widodo (Jokowi) karena akan dibantu oleh Eksodus Tiongkok Ilegal yang akan punya suara dari KTP selundupan.
Masih dalam narasi itu, disebutkan juga jika Jokowi menang, wakilnya yakni Ma’ruf Amin akan digantikan dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Berikut narasi lengkapnya:
“Bocooooorrr dari grup sebelah. Mari pak ajak keluarga bapak dukung Jokowi 2 periode, tenang kita akan dibantu oleh Exodus Tiongkok ilegal untuk dapat suara banyak dr KTP selundupan, nanti kalo udh menang tua bangka Ma’ruf kita tendang ganti dg pak Ahok yg BERANI memberantas korupsi jadi deh Indonesia di pimpin orang MINORITAS,” screenshot dari akun Facebook Nur Henny yang kembali diposting oleh akun Facebook Ely Arsad II, Jumat (22/2).
Politisi PSI, Tsamara Amany yang dihubungi MAFINDO melalui pesan Whatsapp menyatakan postingan tersebut tidak benar adanya. “Jelas hoaks,” kata Tsamara, Senin (25/2).
Terkait eksodus Tiongkok yang disebut akan membantu memenangkan Jokowi melalui KTP selundupan, sebenarnya secara tidak langsung juga sudah dibantah oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Zudan Arif Fakhrullah mengatakan bahwa Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki KTP elektronik (e-KTP) tidak memiliki hak pilih dalam Pemilu 2019.
“KTP elektronik itu tidak bisa digunakan untuk mencoblos. Karena syarat untuk mencoblos adalah WNI,” kata Zudan, Selasa (26/2).
Zudan juga menambahkan e-KTP diwajibkan bagi WNA yang sudah punya izin tinggal tetap (ITAP) dan berumur lebih dari 17 tahun.
Diketahui dalam Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, ITAP adalah jenis izin tinggal untuk WNA yang berlaku selama 5 tahun dan dapat terus diperpanjang. Izin itu diurus WNA di kantor Imigrasi setempat.
Untuk mendapat ITAP, WNA yang berstatus sebagai pekerja asing, investor, dan rohaniwan harus tinggal di Indonesia selama 3 tahun berturut-turut. Untuk WNA yang menikah dengan WNI, harus tinggal minimal 2 tahun berturut-turut.
Selama belum mendapat ITAP, mereka tinggal di Indonesia menggunakan izin tinggal terbatas (ITAS). Dokumen itu berlaku 2 tahun dan bisa diperpanjang hingga maksimal 6 tahun.
Sementara itu, ada kelompok WNA yang bisa mendapat ITAP, tanpa syarat harus menetap di Indonesia terlebih dulu. Mereka adalah anak, istri, suami dari WNA yang memiliki ITAP. Selain itu ada mantan WNI dan mantan orang berkewarganegaraan ganda Indonesia.
Kemudian berhubungan dengan Ma’ruf yang akan digantikan Ahok jika Jokowi menang, diketahui juga tidak benar adanya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menegaskan kabar ini tidak benar adanya.
Mahfud menjelaskan isu Ma’ruf akan digantikan dengan Ahok bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Secara teknis, 60 hari sebelum pemungutan suara dilarang ada pergantian, termasuk kalau berhalangan tetap, Pemilu jalan,” ujar Mahfud.
“Kalau seumpamanya belum 60 hari, pergantian calon itu didenda dan dihukum pidana. Kalau mengundurkan diri diganti orang lain hukumannya 5 tahun dan denda Rp 50 miliar,” lanjutnya.
Selain itu, Ahok pun tidak memenuhi syarat untuk menjadi capres dan cawapres. Sebab dia pernah menjadi narapidana dengan kasus yang memiliki ancaman hukuman lima tahun penjara.
“Bahkan jika sudah jadi presiden dan wakil presiden pun tidak bisa (Ahok gantikan Ma’ruf Amin). Di dalam undang-undang MD3, pergantian presiden wakil presiden itu syaratnya sama untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden. Sama-sama tidak boleh kalau orang sudah pernah menjadi narapidana yang ancamannya lima tahun,” tegasnya.
=====
Referensi:
1. https://web.facebook.com/edelweish.gurun.1/posts/378274992988087
2. https://pemilu.tempo.co/…/kemendagri-pastikan-…/full&view=ok
3. https://www.cnnindonesia.com/…/syarat-dan-aturan-e-ktp-untu…
4. https://news.detik.com/…/mahfud-md-ahok-tak-bisa-gantikan-m…
https://www.facebook.com/groups/fafhh/permalink/846879848977885/